Halaman

Rabu, 16 November 2011

II. C. BAROAR DALAM ASUHAN SAUA.

Diceritakan kembali Oleh H. Muhammad Djafar Nasution, BA

Beberapa hari kemudian ...
            Serombongan pemburu sampai dilokasi anak kecil tersebut. Mereka itu tidak lain dan tidak bukan adalah anggota rombongan pemburu dari Sutan Pulungan, yaitu Raja yang memerintah di daerah itu. Sutan Pulungan juga ikut berburu ketika itu, karena berburu adalah suatu hobi dari Raja Sutan Pulungan.
Mereka memberitahu perihal anak tersebut kepada Sutan Pulungan, Sutan Pulungan langsung datang dan menyaksikan sendiri ke lokasi anak itu berbaring.
Ketika Sutan Pulungan sampai, anak itu langsung menangis sambil mengangkat kedua tangannya, seolah-olah mengharapkan agar Sutan Pulungan bersedia mengangkatnya. Dengan serta merta Sutan Pulungan mengangkat anak itu, memeluk dan menciumnya.
Rombongan pemburu yang terdiri dari para pengawal dipanggilnya, lalu dia berkata : “Bawa kalian anak ini ke Istana. Anak ini harus dipelihara dengan baik, karena saya yakin anak ini bukan anak sembarangan. Anak ini anak bertuah sehingga saya yakin anak ini pasti anak raja dan kelak pasti akan menjadi raja.”
Demikianlah anak Raja Pagar Ruyung ini, setelah beberapa hari tidak bersama manusia, sekarang dia kembali masuk ke Istana Raja.
Tersiarlah berita ke sana ke mari, bahwa Sutan Pulungan bersama pengawalnya menemukan seorang bayi laki-laki diatas sebuah batu di tengah-tangah hutan ketika Sutan Pulungan sedang berburu. Anak itu diketemukan berlampinkan kain berharga dan dilampin dengan baik sehingga sepintas lalu dapat diambil kesimpulan bahwa anak itu pasti anak orang terhormat, bukan anak sembarangan.
Berita itu tersiar dari mulut ke mulut, dari kampung ke kampung lainnya sehingga pada akhirnya sampailah berita itu ke Istana Kerajaan Pagar Ruyung. Raja Pagar Ruyung yang sedang sakit menerima berita itu dari salah seorang menterinya. Baginda memerintahkan Menterinya itu untuk mengusut kebenaran dan kejelasan berita tersebut. Setelah bersusah payah mencari informasi selengkapnya, Menteri tersebut melaporkan kepada Baginda Raja :
“Anak yang dijumpai oleh Sutan Pulungan adalah anak laki-laki. Dijumpai dalam keadaan sehat dan gemuk serta tidak kurang suatu apapun. Dilampini dengan kain berharga dengan cara melampin yang cukup baik dan teratur, sedangkan siapa ibunya tidak diketahui, karena anak tersebut hanya ditinggalkan sendirian didalam hutan.”
Mendengar hal ini, tanpa disadari air mata Baginda keluar berlinang-linang, terharu memikirkan kejadian yang berlaku atas diri isterinya dan anaknya. Ingin dia memerintahkan agar anak tersebut dijemput ke Istana Sutan Pulungan, tetapi karena melihat Permaisuri kurang menyetujui, maka diurungkannya maksud tersebut. Dalam hatinya dia berkata : “Biarlah saya berangsur sehat dahulu.”
Tak lama kemudian masuk pula seorang pengawal membawa seorang tamu yang ingin berjumpa beliau. Baginda menyuruh orang tersebut menyampaikan maksudnya. Orang itu berkata :”Saya adalah suruhan dari penghuni rimba sana, menyampaikan bahwa bekas isteri Baginda sudah selamat sampai di sana setelah melahirkan seorang bayi laki-laki. Bayi itu sempat disusukannya dan diberinya air jambu yang kebetulan berbuah segera sesudah anak Baginda lahir. Anak itu dilampininya dengan kain kerajaan Baginda dan ditinggalkannya diatas sebuah batu besar. Kemudian isteri Tuanku pergi meninggalkan anak Tuanku.” Sehabis orang tersebut menyampaikan maksudnya, dia pamitan kemudian terus menghilang.
Ingin sekali Baginda menyampaikan pesan melalui orang tersebut, tetapi apa yang hendak dikata, orang tersebut telah menghilang. Akhirnya Baginda hanya menangis dan kemudian berkata :
“Anakku, selamatlah engkau !, saya akui engkau seorang anak yang sakti. Banyak hal yang membuktikanmu anak yang sakti, antara lain :
1.    Sewaktu engkau menyeberangi sungai besar, tiba-tiba saja hanyut sebatang kayu, terhempang dan menjadi titianmu.
2.    Sewaktu ibumu lapar dan haus, tiba-tiba saja jambu berbuah dan merunduk sehingga ibumu dan engkau dapat makan.
3.    Sewaktu engkau tinggal sendiri ditengah hutan belantara, tiba-tiba saja seorang Raja datang menjemputmu dan membawamu ke Istana..
“Selamatlah engkau wahai anakku !”
“Ya Tuhan, panjangkanlah umur anakku ini dan jadikanlah dia anak yang berguna yang mampu memimpin manusia kearah kebaikan”
Demikianlah kata-kata yang diucapkan oleh Baginda Raja Pagar Ruyung sejenak sesudah beliau mendengar cerita tentang kelahiran dan kejadian anaknya. Tetapi hal ini cukup mengharukan Baginda. Tidak bisa tidur, makan pun tidak lalu, karena ingatannya tidak lekang dari peristiwa keberangkatan isterinya dan kelahiran anaknya.
Demikianlah, dari hari ke hari penyakitnya makin berat, tidak berapa lama Tuhan memanggilnya untuk selama-lamanya. Sebelum menghembuskan nafas yang terakhir Baginda masih memanggil anaknya :
“Anakku sayang, anakku yang sakti !”
“Selamatlah engkau mengharungi dunia yang fana ini !”
“Mande mu hilang, saya pun pergi !”
Baginda kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir, pergi untuk selama-lamanya. Ucapan yang mengatakan “Anakku yang sakti” inilah yang menyebabkab anaknya yang lahir itu dikatakan orang dengan anak yang sakti, yang pada akhirnya berubah menjadi “na saktion” dan terakhir berubah menjadi “nasution”.
Ucapan yang mengatakan : “Mande mu hilang, saya pun pergi !” itu kemudian menyebabkan wilayah kelahiran anaknya dimana kebetulan ibunya menghilang dikatakan orang dengan wilayah Mande Hilang yang pada akhirnya berubah menjadi Mandailing.
Anak kecil mendapat asuhan dengan cukup baik di Istana. Si anak berangsur-angsur bertambah besar. Hanya saja lama kelamaan semakin tidak disenangi oleh Permaisuri, karena si anak ini jauh lebih tampan dari anak Sutan Pulungan sendiri yang juga sebaya dengan si anak. Semakin kelihatan perlakuan Permaisuri yang menunjukkan kebenciannya kepada si anak, apalagi kalau ada tamu yang datang ke Istana sering melontarkan pujian kepada si anak dibanding kepada anak permaisuri sendiri.
Tak ada jalan lain selain dari pada memindahkan si anak dari istana. Dicobalah untuk mencari siapa kira-kira yang bersedia untuk mengasuhnya, tetapi pada umumnya orang tahu akan sikap Permaisuri sehingga menjadi takut untuk menawarkan diri. Permaisuri tidak suka kalau si anak diasuh di rumah besar oleh keluarga terhormat.
Dicarilah perempuan yang susah, yang untuk mencari sesuap nasi untuk pagi dan petang saja sangat sukar, yang tinggal di gubuk reot, yang demikianlah keinginan Permaisuri. Maka ditemuilah seorang perempuan yang bernama Saua yang tinggal di kandang hewan (baroar) yang telah dirobah menjadi gubuk reot. Gubuk mereka inilah yang pada akhirnya menjadi nama anak tersebut.
Saua sangat senang hatinya menerima kehadiran anak tersebut, kebetulan dia sendiri tidak mempunyai anak. Apalagi anak yang diterimanya ini cukup tampan dan menyenangkan. Bahkan Saua tidak mengerti mengapa harus kepadanya anak itu dititipkan, mengapa bukan kepada bangsawan atau hartawan.
Demikianlah setelah Baroar tinggal bersama Saua, penghidupan Saua sudah mulai berobah. Jika tadi makan pagi dicari pagi dan makan siang dicari siang, sekarang tidak lagi. Rezeki Saua sudah menjadi murah. Dia sudah dapat mengganti pakaiannya, demikian juga telah sanggup membeli celana dan baju untuk Baroar. Baroar tumbuh dengan sehat dan senantiasa rajin membantu Saua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar